Rabu, 11 Oktober 2017

Hadis tentang Etos Kerja dan Kewirausahaan

Pengertian Etos Kerja
Etos berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang artinya “watak, kepribadian, sikap atau karakter”. Etos kerja dapat di artikan sebagai sikap dan semangat yang ada pada diri individu atau kelompok bahkan masyarakat terhadap kerja. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja alam artian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi, intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan.
Secara Terminologis kata etos, mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan dalam tiga pengertian berbeda yaitu, suatu aturan umum atau cara hidup, suatu tatanan aturan perilaku. Dalam pengertin lain etos dapat diartikan sebagai “thumuhat” yaitu berkehendak atau berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif.
Etos kerja adalah hasil dari suatu keyakinan umat islam, bahwa kerja mempunyai kaitan dengan tujuan hidupnya yaitu memperoleh ridhonya. Islam adalah agama amal atau kinerja. Inti ajarannya adalah setiap hamba harus selalu mendekati dan berusaha memperoleh ridhonya melalui kerja atau amal soleh.
Hadits tentang Etos Kerja
Rasulullah SAW bersabda :
 وَ عَنْ الزَبِرِ بْن العَوّامِ رَضِيَ اللّه عَنْه عَنْ النّبِي صَلي اللّه عَلَيه و سلمْ قل: لأِنْ يَأخُذْ اَحَدَكُمْ حَبْلهُ ,فَيَءْتِيَ بِخُزْمَةِ الحَطَبِ علي ظَهْرِ ,فيبييَعَهَا , فَيَكْفُ اللّه بِهَا وجْهَه , خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ النَا سَ اعْطوْ هُ أَوْ مَنَعُوْهُ ( رواه البخر(
Artinya : “ Dari Az Zubair bin Al Awwam RA. Dari Nabi SAW bersabda, “sekiranya seseorang dari kalian mengambil talinya pengikut untuk membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya, lalu ia menjualnya, sehingga Allah menjaga wajahnya denganya, maka itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia, entah mereka memberinya atau tidak.” (HR Bukhari).
Hadits ini menganjurkan seseorang untuk bekerja dalam rangka mencari rezeki walaupun hal itu memaksanya untuk bersusah payah, karena seseorang peminta-minta akan menyematkan kehinaan pula di wajahnya saat ia meminta-minta dan saat ia ditolak diberi apapun, dan perilaku tersebut juga akan menyulitkan kepada orang yang diminta saat ia harus memberi semua orang penggemis. Dengan bekerja kita menjaga kehormatan dan kemuliaan diri, memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus mengorbankan harga diri.
Rasulullah SAW bersabda :
اَلْيَدُالْعُلْيَاخَيْرُ مِنْ الَيدِالسُّفْلَى وَاْبْرَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غَنىِ وَمَنْ يَسْتَعْفَفْ مَعْفَةُ اللهِِ وَمَنْ يَّستَغْنىِ يُغْنِهِ الله وَعَنْ وَهَيْبٍ قَالَ اخَبَرَنَا هِشَامُ عَنْ عَبِيْ اَنْ أَبِيّ َهُرَيْرَهْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ الّنَبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَذََا
Artinya :Nabi SAW bersabda : “ tangan yang di bawah . mulailah orang yang wajib keamu nafkah! Sebaiknya sedekah dari orang yang tidak mampu. Barang siapa yang memelihara diri sendiri(tidak meminta – minta ) maka Allah SWT akan memeliharanya barang siapa yang mencari kecukupan maka akan dicukupi oleh Allah SWT. “(HR Bukhari).
Maksud hadist diatas adalah tidak berarti membolehkan meminta –minta, akan tetapi motivasi muslim yang ingin berusaha dengan keras agar dapat menjadi tangan diatas yaitu orang yang mampu memberi dan membantu sesuatu pada orang lain dari hasil jerih payahnya.  Seseorang akan dapat membantu sesama apabila dirinya telah kecukupan. Sesorang dapat dikatakan kekecukupan apabila mempunyai penghasilan yang lebih dan akan dapat penghasilan lebih jika berusaha keras dan baik. Karenanya dalam bekerja harus disertai dengan etos kerja tinggi.
Islam mencela orang yang mampu untuk bekerja dan memiliki badan yang sehat tetapi tidak mau berusaha keras. Seorang muslim harus dapat memanfaatkan karunia yang di berikan Allah kepada kita. Etos kerja tinggi merupakan cermin diri seorang muslim.
 Konsep Dasar Kewirausahaan
Kewirausahaan merupakan ilmu yang mempelajari tentang nilai kemampuan, dan prilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidupnya. Unsur-unsur kewirausahaan meliputi motivasi, visi, komunikasi, optimism, dorongan semangat dan kemampuan memamfaatkan peluang.
Adapun entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kombinasi unsur-unsur kewirausahaan (secara) internal, mengelola dan berani menangung resiko untuk memanfaatkan peluang usaha dan menciptakan sesuatu yang baru dengan ketermpilan yang dimiliki. Jadi, wirausahawa adalah seseorang yang berkemauan keras dalam melakukan tindakan yang bermanfaat untuk menjadi teladan hidup.
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ  عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
Nabi menyatakan bahwa usaha yang paling baik adalah berbuat sesuatu dengan tangannya sendiri dengan syarat jika dilakukan dengan baik dan jujur, kalimat amalu ar-rajuli biyadihi  dalam hadis terbut yang berarti usaha seseorang dengan tangannya dapat dimaknai dengan wirausaha, karena dengan melakukan sesuatu dengan tangannya dan dapat memanfaatkan peluang dan kemampuan yang dimiliki. Maksudnya seseorang muslim hendaknya melakukan wirausaha dengan menciptakan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dimiliki, berkarya tanpa henti untuk berinovasi, memanfaatkan peluang yang ada, agar mencapai keuntungan yang optimal.
Hadis yang di riwayatkan oleh Ahmad:
خَيْرُ الْكَسْبِ كَسْبِ يُدِالْعَامِلِ إدَا نَصَحَ
“usaha yang paling baik adalah hasil karya seseorang dengan tangannya jika ia jujur.”
Berdasarkan hadist di atas, usaha yang paling baik adalah berbuat sesuatu dengan tangannya sendiri dengan syarat jika dilakukan dengan baik dan jujur. Usaha dengan tangannya sendiri yang dimaksud diatas dapat di maknai sebagai wirausaha, karena dengan melakukan sesuatu seseorang dituntut dapat menciptakan sesuatu dan dapat memanfaatkan peluang yang dimilikinya.
D.  Karakteristik Wirausaha, Tujuan, dan Produktivitas Kerja dalam Islam.
Berwirausaha mempunyai beberapa karakteristik yang menonjol, di antaranya adalah:
Proaktif, suka mencari informasi yang ada hubungannya dengan dunia yang digelutinya, agar mereka tidak ketinggalan informasi sehingga segala sesuatunya dapat disikapi dengan bijak dan tepat.
Produktif, mementingkan pengeluaran yang bersifat produktif daripada yang bersifat konsumtif merupakan kunci untuk sukses. Memperhitungkan dengan teliti, dan cermat dalam memutuskan pengeluaran uang untuk hal-hal yang produktif bisa menekan kecenderungan pada hal-hal yang bersifat kemewahan, dan gengsi yang tidak menghasilkan keuntungan.
Pemberdaya, memahami manajemen, menangani pekerjaan dengan membagi habis tugas dan memberdayakan orang lain dalam pembinaannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.
Tangan di atas, setiap rezeki yang diterima harus ada sebagian yang dibagikan kepada orang-orang yang kurang beruntung yang diberikan secara ikhlas. Bagi para wirausaha tangan di atas (suka memberi) ini merupakan hal penting dalam hidupnya karena setiap pemberian yang ikhlas menambah kualitas dan kuantitas rezekinya dan hidupnya penuh berkah. Itulah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. dalam salah satu hadisnya “Tangan di atas lebih mulia dari tangan yang di bawah”.
Rendah hati, sejatinya menyadari keberhasilan yang dicapainya bukan sepenuhnya karena kehebatannya, tetapi ia sadar betul di samping upayanya yang sungguh-sungguh ia juga tidak terlepas dari pertolongan Allah, dan harus diyakini betul bagi para wirausaha muslim, sehingga akan selalu bersyukur dan tawadhu (rendah hati).
Kreatif, mampu menangkap dan menciptakan peluang-peluang bisnis yang bisa dikembangkan, sehingga ia tidak pernah khawatir kehabisan lahan bisnisnya.
Inovatif, sifat inovatif selalu mendorong kembali kegairahan untuk meraih kemajuan dalam berbisnis. Mampu melakukan pembaruan-pembaruan dalam menangani bisnis yang digelutinya, sehingga bisnis yang dilakukannya tidak pernah usang dan selalu dapat mengikuti perkembangan zaman.
Tujuan Bekerja Dalam Islam
Urusan dunia merupakan perkara yang paling banyak menyita perhatian umat manusia, sehingga mereka menjadi budak dunia, bahkan lebih parah lagi, sejumlah besar Umat Islam memandang bahwa berpegang dengan ajaran Islam akan mengurangi peluang mereka dalam mengais rizki. Ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syariat Islam tetapi mereka mengira bahwa jika ingin mendapat kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari sebagian aturan islam terutama yang berkenaan dengan etika bisnis dan hukum halal haram.
Islam tidak membiarkan seorang muslim kebingungan dalam berusaha mencari nafkah, bahkan telah memberikan solusi tuntas dan mengajarkan etika mulia agar mereka mencapai kesuksesan dalam mengais rizki dan membukakan pintu kemakmuran dan keberkahan.
Seluruh harta kekayaan milik Allah sementara manusia hanya sekedar sebagai pengelola, maka orang yang bertugas sebagai pengelola tidak berhak keluar dari aturan Pemilik harta (Allah), maka sungguh sangat menyedihkan bila terdapat sebagian orang yang berpacu untuk meraih kenikmatan dunia dengan menghabiskan seluruh waktunya, sementara mereka melupakan tujuan utama penciptaan, yaitu beribadah kepada-Nya sebagaimana firman Allah: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.
Produktivitas Dalam Islam
“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul Nya, serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan mu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Allah memberitakan kepada mu apa yang telah kamu kerjakan”. (Qur’an surah at Taubah ayat 105)
Islam sebagai pedoman hidup yang turun dari Sang Pencipta manusia, sangat menghargai bahkan amat mendorong produktivitas. Rosulullah saw. Bersabda:
عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤمِنَ الْمُحْتَـرِفَ
(Dari Ibnu ‘Umar ra dari Nabi saw, ia berkata: “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang beriman yang berkarya (produktif menghasilkan berbagai kebaikan -pen)” H.R. Thabrani dalam Al Kabir, juga oleh Al Bayhaqi
عن عائشة رضي الله عنها قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ أمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أمْسَى مَـغْـفُوْرًا لَـهُ
Dan dari ‘Aisyah ra. Beliau berkata, telah berkarta Rosulullah saw “Barangsiapa yang disenjaharinya merasa letih karena bekerja (mencari nafkah) maka pada senja hari itu dia berada dalam ampunan Allah” H.R. At Thabrani dalam kitab Al Ausath.
Islam membenci pengangguran, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang shahabat Nabi saw, Ibnu Masud ra:
وعن ابن مسعود قال إني لأَكْرَهُ أنْ أرَى الرَّجُلَ فَارِغًا لاَ في عَمَلِ دُنْـيَا وَلاَ آخِرَةٍ
Sesungguhnya aku benci kepada seseorang yang menganggur, tidak bekerja untuk kepentingan dunia juga tidak untuk keuntungan akhirat. H.R. At Thabrani dalam kitab Al Kabir.
Bahkan Rosulullah menghargai seorang hamba yang sanggup mandiri, hidup dengan hasil kemampuannya sendiri:
حدثنا إبراهيم بن موسى أخبرنا عيسى عن ثور عن خالد بن معدان عن المقدام رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ثم ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده
Makanan yang terbaik yang dimakan seseorang adalah dari hasil karya tangannya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud AS. Pun makan dari hasil kerjanya sendiri. (H.R. Bukhory : 1966)
Dalam keterangan lain, beliau menyebutkan bahwa sebaik baik usaha adalah apa yang merupakan ekspresi dari keterampilan dirinya, dan segenap tanggung jawab ekonomi yang dia berikan kepada ahli keluarganya, dinilai sebagai sedekah yang terus menerus menghasilkan pahala:
حدثنا هشام بن عمار ثنا إسماعيل بن عياش عن بجير بن سعد عن خالد بن معدان عن المقدام بن معد يكرب الزبيدي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أطْيَبُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ
Pekerjaan terbaik seseorang adalah apa yang dikerjakan berdasarkan keterampilannya, dan apapun yang dinafkahkan seseorang untuk dirinyaوkeluarganya, anaknya dan pembantunya adalah sedekah. H.R. Ibnu Majah.
إنَّ اللهَ يُحِبُّ المُـؤمِنَ الْمُحْتَرِفَ الضَّعِيْفَ الْمُتَعَفِفَ وَيَـبْـغَضُ السَّائِلَ الْمُلْحِفَ
Sesungguhnya Allah mencintai seorang beriman yang sekalipun lemah, tetapi ia produktif dan selalu menjaga harga dirinya (tidak mau meminta-minta) dan Allah membenci tukang peminta-minta yang pemaksa. Di dalam Tafsir Al Qurthubi Juz 11 hal 321.
Produktivitas itu tetap harus dipertahankan dalam segala situasi dan kondisi, dengan sebuah penggambaran yang ekstrim, bahkan sekalipun anda tahu besok akan kiamat, tidak boleh membuat kita tidak berkarya dan produktif hari ini. Sebagaimana sabda Rosulullah saw:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إنْ قَامَتِ السَّاعَةِ وَفي يَدِ أحَدِكُمْ فَسِيْلَةٌ فَلْيَغْرِسْهَا
Andaipun besok kiamat, sedang di tangan salah seorang di antara kamu ada tunas pohon kurma, maka tanamlah ia ! H.R. Al Bazaar, rijalnya tsiqot.
Demikian besarnya penghargaan Islam atas produktivitas, sampai –sampai disebutkan dalam Al Hadits, bahwa produktivitas juga erat kaitannya dengan jalan untuk memperoleh pengampunan dari dosa-dosa, yang justru malah tidak akan bisa mendapatkan pengampunan dengan cara yang lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar