Rabu, 04 Oktober 2017

HADIS TENTANG MANAJEMEN



A.Arti Manajemen
Nasa’i:
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ مِنَ النَّبِيِّ اثْنَتَيْنِ، فَقَالَ: " إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، ثُمَّ لِيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ "
Nabi bersabda : “Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan yang dilakukan dengan baik dalam segala hal, jika kamu membunuh binatang maka lakukanlah dengan cara yang baik, jika kamu mau menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, pertajamkanlah alat pemotongnya, kemudian istirahatkanlah binatangnya.”[1]
Kata ihsan bermakna melakukan sesuatu dengan baik, secara maksimal dan optimal. Bahkan dalam hadis ini dicontohkan pada penyembelihan, harus dilakukan dengan cara yang baik dan hati-hati dan dikaitkan dengan agama, yaitu harus disertai dengan sebutan atas nama allah SWT sebelum menyembelih.
Jika dikaitkan dengan manajemen secara umum, maka hadis tersebut menganjurkan pada umat islam agar mengerjakan sesuatu dengan baik dan selalu ada peningkatan nilai jelek menjadi baik, dan baik menjadi yang lebih baik. Manajemen adalah melakukan sesuatu agar lebih baik. Perbuatan yang baik dilandasi dengan niat atau rencana yang baik tata cara pelaksanaan sesuai syari’at dan dilakukan dengan penuh kesungguhan dan tidak asal-asalan sehingga tidak bermanfaat, seperti hadis berikut.
Tirmidzi:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ نَصْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، وَغَيْرُ وَاحِدٍ، قَالُوا: حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ، عَنْ إِسْمَاعِيل بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَمَاعَةَ، عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ، عَنْ قُرَّةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ "، قَالَ: هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ، لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Nabi bersabda: “Diantara baiknya, indahnya keislaman seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tadak bermanfaat”.
Perbuatan yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah direncanakan. Jika perbuatan itu tidak direncanakan, maka tidak termasuk dalam katagori yang baik. Adapun langkah-langkah menerapkan manajemen syari’ah yang berkualitas adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, dilakukan secara terus menerus, tidak asal-asalan, dilakukan secara bersama-sama, dan mau belajar dari keberhasilan dan kegagalan dari diri orang lain.[2]
B.Fungsi Manajemen
1.    Planning dan Actuating
Bukhori:
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا جَعْدُ بْنُ دِينَارٍ أَبُو عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ قَالَ: قَالَ: " إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً "
Nabi bersabda “Allah menulis kebaikan dan kejelekan yang dilakukan hambanya, barang siapa yang berencana melakukan kebaikan tetapi tidak melalukannya, maka tetap ditulis sebagai satu amalan baik yang sempurna baginya oleh Allah, tetapi barang siapa yang berencana melakukan kebaikan dan betul-betul dilaksanakan maka oleh Allah ditulis 10 kebaikan dan 700 lipat/ cabang sampai cabang yang banyak, sebaliknya barang siapa yang berencana melakukan kejelekan tetapi tidak dilaksanakan maka ia dianggap melakukan kebaikan yang sempurna, jika ia berencana melakukan kejelekan dan melaksanakannya maka ditulis sebagai satu kejelekan.[3]
Hadis tersebut mengindikasikan bahwa seorang muslim harus mempunyai rencana/planning dalam segala hal yang. Tentu saja tidak cukup hanya planning, tanpa diakumulasikan. Jika planning yang baik itu dilaksanakan maka laba yang akan diperoleh akan berlipat-lipat, sebaliknya jika planning yang dilaksanakan itu jelek maka akan mengalami kerugian.
Planning adalah kegiatan awal dalam sebuah perjalanan dalam bentuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan agar mendapatkan yang optimal. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perencanaan adalah sebagai berikut:
a.    Hal yang ingin dicapai
b.    Orang-orang yang akan melakukan
c.    Waktu dan skala prioritas
d.   Dana dan modal
Perencanaan dibuat didasarkan data yang terperinci dan angka yang kongkret, pengetahuan yang lengkap tentang realitas dilapangan, lalu memahami prioritas program dan sejauh mana kepentingannya.
2.      Perorganisasian
Bukhori:
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: " مَا اسْتُخْلِفَ خَلِيفَةٌ إِلَّا لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْخَيْرِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ
Nabi bersabda: “Seseorang tidak diutus sebagai khalifah kecuali memiliki dua niat, yaitu memerintahkan dan mendorongkan pada kebaikan dan memerintahkan dan mendorong pada kejelekan, orang yang menjaga (dari kejelekan) adalah yang dijaga oleh Allah”.
Seorang muslim harus mampu menegakkan  fungsi sebagai khalifah dan semangat kerja sama antar manusia. Fungsi khalifah adalah menggalang kebaikan dan mencegah kejelekan. Jika dikaitkan dengan perorganisasian, hadits ini mendorong umatnya untuk melakukan segala sasuatu secara terorganisasi dengan rapi. Seperti perkataan Ali bin Abi Tholib : “Kebenaran  atau hak yang tidak terorganisasi dengan rapi, bisa di kalahkan oleh kebatilan yang lebih terorganisasian dengan rapi.
Pengorganisasian sangatlah urgen, bahkan kebatilan dapat mengalahkan suatu kebenaran yang tidak terorganisir. Kesungguhan dan keseriusan dalam hal ini termasuk kesungguhan dan keseriusan mengorganisasi suatu kegiatan. Dengan demikian, organisasi dalam pandangan islam bukanlah semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagian sebuah pekerjaan dilakukan dengan rapi.
3.      Directing/ Pengarahan
Derecting alias fungsi pengarahan merupakan fungsi untuk meningkatan efektivitas dan efesien kinerja dengan optimal dan menciptakan suasana lingkungan kerja yang dinamis, sehat dan yang lainnya. Ada beberapa aktivitas yang dilakukan pada fungsi pengarahan:
·         Mengimplementasikan suatu proses kepemimpinan, pembimbingan dan memberikan motivasi kepada pekrja supaya bekerja secara efektif dan mencapai tujuan yang ditetapkan.
·         Memberi tugas serta penjelasan secara rutin tentang pekerja.
·         Menjelaskan semua kebijakan yang sudah ditetapkan.




4.    Controlling/pengawasan
Darimi:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ،
 [ ج  3 : ص  1838 ]
 عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ "

Rasulullah bersabda : “Bertaqwalah pada Allah dimana saja berada, gantinya yang jelek dengan yang baik. Bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang bagus”.[4]
Hadits tersebut mengajarkan bahwa seseorang harus selalu berbuat baik dengan perilaku yang baik juga. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan adanya manusia yang selalu khilaf atau salah atau juga alpa, maka diperlukan pengawasan dari orang lain dengan cara saling menasehati sesama teman, sebagaimana hadits berikut:
Bukhori:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: حَدَّثَنِي قَيْسُ بْنُ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ "

Jarir bin Abdillah berkata: “Aku baiat pada Rasulullah untuk menegakkan salat, mengeluarkan zakat dan saling menasehati sesama saudara sesama muslim”.
Menasehati sesama teman atau saudara itu mudah daripada menasehati pimpinan atau atasan, ini tidak mudah dilakukan karena itu Nabi dalam hadits berikut memberikan imbalan yang lebih banyak pada orang yang mau dan mampu melakukan pengawasan pada atasannya.
Ahmad:
حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، وَمُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ " الْعَبْدُ إِذَا أَحْسَنَ عِبَادَةَ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَنَصَحَ لِسَيِّدِهِ، كَانَ لَهُ أَجْرُةُ مَرَّتَيْنِ "

Nabi bersabda : “Seseorang apabila melakukan dengan baik dalam ibadah pada tuhannya maka akan di berkahi dan yang melakukan hal baik maka akan diberi pahala 2 kali lipat”.
Pengawasan dalam pandangan islam adalah untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang sah dan membenarkan yang hak, oleh sebab itu Al-Qur’an menganjurkan untuk saling menasehati satu sama lain, sebagai upaya mengingatkan jika terjadi kesalahan sebagai manusia. Dari kedua hadits yang telah disebutkan, dapat dipahami bahwa pengawasan (kontrol) paling tidak terbagi menjadi dua hal:
1.    Control yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah, seseorang yakin  bahwa Allah pasti mengawasi hamba-Nya, maka ia akan bertindak hati-hati, ini adalah hadits yang paling efektif yang berasal dari dalam diri sendiri.
2.    Sebuah pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan tersebut dilakukan dari luar diri sendiri. Sistem pengawasan itu dapat terdiri dari luar mekanisme pengawasan dari pimpinan yang berkaitan dengan penyelesaikan tugas yang telah didelegasikan, sesuai antara penyelesaian dan perencanaan tugas, dan lain-lain. Pengawasan baik adalah pengawasan yang telah built in ketika menyusun sebuah program. Dalam menyusun program, harus sudah ada unsur control didalamnya. Tujuannya adalah agar seseorang yang melakukan sebuah pekerjaan merasa bahwa pekerjaan itu diperhatikan oleh atasan juga bawahan. Bukan pekerjaan yang diacuhkan atau dianggap enteng, atasan dan bawahan harus saling mengawasi.
Sistem pengawasan yang baik tidak lepas dari pemberian punishment (hukuman), reward (imbalan). Jika seseorang karyawan melakukan pekerjaannya yang baik maka karyawan tersebut diberi reward, bentuk reward itu tidak mesti materi, namun dapat pula dalam bentuk pujian, penghargaan yang diutarakan  dihadapan karyawan yang lain, atau bahkan promosi (baik promosi belajar ataupun promosi untuk naik jabatan atau pangkat). Allah juga memberikan reward atau pahala bagi bawahan yang mampu memberikan nasihat pada atasan, sebagaimana hadits diatas.



[1] Ilfi Nur Diana, Hadits-hadits Ekonom (Malang: UIN Malang, 2008), 161.
[2] Ibid., 162-163.
[3] Ilfi Nur Diana, Hadits-hadits Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2012), 157.

[4] Ibid., 161.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar