A.Arti Manajemen
Nasa’i:
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، قَالَ:
أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي
الْأَشْعَثِ، عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ مِنَ النَّبِيِّ اثْنَتَيْنِ،
فَقَالَ: " إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، ثُمَّ لِيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ "
Nabi bersabda :
“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan yang dilakukan dengan baik dalam
segala hal, jika kamu membunuh binatang maka lakukanlah dengan cara yang baik,
jika kamu mau menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik,
pertajamkanlah alat pemotongnya, kemudian istirahatkanlah binatangnya.”[1]
Kata
ihsan bermakna melakukan sesuatu dengan baik, secara maksimal dan optimal.
Bahkan dalam hadis ini dicontohkan pada penyembelihan, harus dilakukan dengan
cara yang baik dan hati-hati dan dikaitkan dengan agama, yaitu harus disertai
dengan sebutan atas nama allah SWT sebelum menyembelih.
Jika
dikaitkan dengan manajemen secara umum, maka hadis tersebut menganjurkan pada
umat islam agar mengerjakan sesuatu dengan baik dan selalu ada peningkatan
nilai jelek menjadi baik, dan baik menjadi yang lebih baik. Manajemen adalah
melakukan sesuatu agar lebih baik. Perbuatan yang baik dilandasi dengan niat
atau rencana yang baik tata cara pelaksanaan sesuai syari’at dan dilakukan
dengan penuh kesungguhan dan tidak asal-asalan sehingga tidak bermanfaat,
seperti hadis berikut.
Tirmidzi:
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ نَصْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ، وَغَيْرُ وَاحِدٍ، قَالُوا: حَدَّثَنَا
أَبُو مُسْهِرٍ، عَنْ إِسْمَاعِيل بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَمَاعَةَ، عَنْ
الْأَوْزَاعِيِّ، عَنْ قُرَّةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ
الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ "، قَالَ: هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ، لَا
نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ
إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
Nabi
bersabda: “Diantara baiknya, indahnya keislaman seseorang adalah meninggalkan
perbuatan yang tadak bermanfaat”.
Perbuatan
yang tidak ada manfaatnya adalah sama dengan perbuatan yang tidak pernah
direncanakan. Jika perbuatan itu tidak direncanakan, maka tidak termasuk dalam
katagori yang baik. Adapun langkah-langkah menerapkan manajemen syari’ah yang
berkualitas adalah bekerja dengan sungguh-sungguh, dilakukan secara terus
menerus, tidak asal-asalan, dilakukan secara bersama-sama, dan mau belajar dari
keberhasilan dan kegagalan dari diri orang lain.[2]
B.Fungsi
Manajemen
1.
Planning dan Actuating
Bukhori:
حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا جَعْدُ بْنُ دِينَارٍ أَبُو عُثْمَانَ،
حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ قَالَ: قَالَ: "
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ
هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ
عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ
هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً
وَاحِدَةً "
Nabi
bersabda “Allah menulis kebaikan dan kejelekan yang dilakukan hambanya, barang
siapa yang berencana melakukan kebaikan tetapi tidak melalukannya, maka tetap
ditulis sebagai satu amalan baik yang sempurna baginya oleh Allah, tetapi
barang siapa yang berencana melakukan kebaikan dan betul-betul dilaksanakan
maka oleh Allah ditulis 10 kebaikan dan 700 lipat/ cabang sampai cabang yang
banyak, sebaliknya barang siapa yang berencana melakukan kejelekan tetapi tidak
dilaksanakan maka ia dianggap melakukan kebaikan yang sempurna, jika ia
berencana melakukan kejelekan dan melaksanakannya maka ditulis sebagai satu
kejelekan.[3]
Hadis
tersebut mengindikasikan bahwa seorang muslim harus mempunyai rencana/planning
dalam segala hal yang. Tentu
saja tidak cukup hanya planning, tanpa diakumulasikan. Jika planning yang baik
itu dilaksanakan maka laba yang akan diperoleh akan berlipat-lipat, sebaliknya
jika planning yang dilaksanakan itu jelek maka akan mengalami kerugian.
Planning
adalah kegiatan awal dalam sebuah perjalanan dalam bentuk memikirkan hal-hal
yang berkaitan dengan pekerjaan agar mendapatkan yang optimal. Hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan perencanaan adalah sebagai berikut:
a.
Hal yang ingin dicapai
b.
Orang-orang yang akan melakukan
c.
Waktu dan skala prioritas
d.
Dana dan modal
Perencanaan
dibuat didasarkan data yang terperinci dan angka yang kongkret, pengetahuan
yang lengkap tentang realitas dilapangan, lalu memahami prioritas program dan
sejauh mana kepentingannya.
2.
Perorganisasian
Bukhori:
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ،
أَخْبَرَنَا يُونُسُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: " مَا اسْتُخْلِفَ
خَلِيفَةٌ إِلَّا لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْخَيْرِ
وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ،
وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ
Nabi
bersabda: “Seseorang tidak diutus sebagai khalifah kecuali memiliki dua niat,
yaitu memerintahkan dan mendorongkan pada kebaikan dan memerintahkan dan
mendorong pada kejelekan, orang yang menjaga (dari kejelekan) adalah yang
dijaga oleh Allah”.
Seorang
muslim harus mampu menegakkan fungsi
sebagai khalifah dan semangat kerja sama antar manusia. Fungsi khalifah adalah
menggalang kebaikan dan mencegah kejelekan. Jika dikaitkan dengan
perorganisasian, hadits ini mendorong umatnya untuk melakukan segala sasuatu
secara terorganisasi dengan rapi. Seperti perkataan Ali bin Abi Tholib : “Kebenaran atau hak yang tidak terorganisasi dengan
rapi, bisa di kalahkan oleh kebatilan yang lebih terorganisasian dengan rapi.
Pengorganisasian
sangatlah urgen, bahkan kebatilan dapat mengalahkan suatu kebenaran yang tidak
terorganisir. Kesungguhan dan keseriusan dalam hal ini termasuk kesungguhan dan
keseriusan mengorganisasi suatu kegiatan. Dengan demikian, organisasi dalam
pandangan islam bukanlah semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada
bagian sebuah pekerjaan dilakukan dengan rapi.
3. Directing/ Pengarahan
Derecting alias fungsi pengarahan merupakan
fungsi untuk meningkatan efektivitas dan efesien kinerja dengan optimal dan
menciptakan suasana lingkungan kerja yang dinamis, sehat dan yang lainnya. Ada
beberapa aktivitas yang dilakukan pada fungsi pengarahan:
·
Mengimplementasikan suatu proses
kepemimpinan, pembimbingan dan memberikan motivasi kepada pekrja supaya bekerja
secara efektif dan mencapai tujuan yang ditetapkan.
·
Memberi tugas serta penjelasan secara rutin
tentang pekerja.
·
Menjelaskan semua kebijakan yang sudah
ditetapkan.
4.
Controlling/pengawasan
Darimi:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ
حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ،
[ ج 3 :
ص 1838 ]
عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ، عَنْ أَبِي
ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: " اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ،
وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقْ النَّاسَ بِخُلُقٍ
حَسَنٍ "
Rasulullah
bersabda : “Bertaqwalah pada Allah dimana saja berada, gantinya yang jelek
dengan yang baik. Bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang bagus”.[4]
Hadits
tersebut mengajarkan bahwa seseorang harus selalu berbuat baik dengan perilaku
yang baik juga. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan adanya manusia
yang selalu khilaf atau salah atau juga alpa, maka diperlukan
pengawasan dari orang lain dengan cara saling menasehati sesama teman,
sebagaimana hadits berikut:
Bukhori:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ
إِسْمَاعِيلَ، قَالَ: حَدَّثَنِي قَيْسُ بْنُ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ جَرِيرِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: " بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ عَلَى إِقَامِ
الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ "
Jarir bin
Abdillah berkata: “Aku baiat pada Rasulullah untuk menegakkan salat,
mengeluarkan zakat dan saling menasehati sesama saudara sesama muslim”.
Menasehati
sesama teman atau saudara itu mudah daripada menasehati pimpinan atau atasan,
ini tidak mudah dilakukan karena itu Nabi dalam hadits berikut memberikan
imbalan yang lebih banyak pada orang yang mau dan mampu melakukan pengawasan
pada atasannya.
Ahmad:
حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، وَمُحَمَّدُ
بْنُ عُبَيْدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ
عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ " الْعَبْدُ إِذَا أَحْسَنَ عِبَادَةَ رَبِّهِ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى، وَنَصَحَ لِسَيِّدِهِ، كَانَ لَهُ أَجْرُةُ مَرَّتَيْنِ
"
Nabi bersabda :
“Seseorang apabila melakukan dengan baik dalam ibadah pada tuhannya maka akan
di berkahi dan yang melakukan hal baik maka akan diberi pahala 2 kali lipat”.
Pengawasan
dalam pandangan islam adalah untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang
sah dan membenarkan yang hak, oleh sebab itu Al-Qur’an menganjurkan untuk
saling menasehati satu sama lain, sebagai upaya mengingatkan jika terjadi
kesalahan sebagai manusia. Dari kedua hadits yang telah disebutkan, dapat
dipahami bahwa pengawasan (kontrol) paling tidak terbagi menjadi dua hal:
1.
Control yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid
dan keimanan kepada Allah, seseorang yakin
bahwa Allah pasti mengawasi hamba-Nya, maka ia akan bertindak hati-hati,
ini adalah hadits yang paling efektif yang berasal dari dalam diri sendiri.
2.
Sebuah pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan
tersebut dilakukan dari luar diri sendiri. Sistem pengawasan itu dapat terdiri
dari luar mekanisme pengawasan dari pimpinan yang berkaitan dengan
penyelesaikan tugas yang telah didelegasikan, sesuai antara penyelesaian dan
perencanaan tugas, dan lain-lain. Pengawasan baik adalah pengawasan yang telah built
in ketika menyusun sebuah program. Dalam menyusun program, harus sudah ada
unsur control didalamnya. Tujuannya adalah agar seseorang yang melakukan sebuah
pekerjaan merasa bahwa pekerjaan itu diperhatikan oleh atasan juga bawahan.
Bukan pekerjaan yang diacuhkan atau dianggap enteng, atasan dan bawahan harus
saling mengawasi.
Sistem
pengawasan yang baik tidak lepas dari pemberian punishment (hukuman), reward
(imbalan). Jika seseorang karyawan melakukan pekerjaannya yang baik maka
karyawan tersebut diberi reward, bentuk reward itu tidak mesti
materi, namun dapat pula dalam bentuk pujian, penghargaan yang diutarakan dihadapan karyawan yang lain, atau bahkan
promosi (baik promosi belajar ataupun promosi untuk naik jabatan atau pangkat).
Allah juga memberikan reward atau pahala bagi bawahan yang mampu memberikan
nasihat pada atasan, sebagaimana hadits diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar